Jumat, 04 Maret 2011

FANTASI DAN PSIKOANALISIS DALAM DRACULA KARYA BRAM STOKER

Oleh
Rida Wahyuningrum


A. Pendahuluan
Karya fantasi identik dengan karya-karya yang penuh imajinasi pengarangnya yang tentu saja tidak terdapatkan di dalam dunia nyata. Dengan kata lain semua yang tidak mungkin terjadi di dunia nyata dapat dikatakan sebagai karya fantasi, seperti yang diekspresikan sebagai ‘ …. a story based on and controlled by an overt violation of what is generally accepted as possibility’ (Jackson, 1991:21).

Karya-karya fantasi pada awalnya dikenal melalui bentuk mitologi. Salah satunya berkembang menjadi epik fantasi yang berkembang di Yunani, yaitu Iliad dan Odyssey oleh Homerus yang terkenal. Di Inggris, karya serupa pun muncul yaitu Beowulf yang memunculkan petualangan memerangi monster dengan balutan elemen fantasi seperti pedang sihir, baju zirah ajaib, naga, dan lain sebagainya. Selain di Inggris, karya-karya fantasi sebenarnya juga bermunculan di berbagai negara dan tentunya sangat bervariasi sesuai dengan wilayah yang melingkunginya, seperti Perancis, Portugis, dan Italia.

Tak pelak lagi bahwa sejarah karya fantasi panjang dan kemudian menjadi sub genre tersendiri dalam naungan literatur fantasi karena teks-teksnya mengandung elemen-elemen fantasi. Salah satu contoh literatur fantasi yang di dalamnya penuh dengan elemen-elemen fantasi adalah The Lord of the Rings oleh J.R.R. Tolkien. Novel ini menggambarkan suatu tempat antah berantah yang didekorasi dengan alur perang dan perjalanan (quest) dari tokoh-tokoh pahlawan (hero).

Ada pula karya fantasi yang mementingkan peran alur. Perpindahan dari dunia nyata ke dunia fantasi melalui sebuah perjalanan (journey) ini banyak diadaptasi oleh novel-novel seperti Chronicles of Narnia oleh C.S. Lewis, Alice in Wonderland oleh Lewis Caroll, The Wonderful Wizard of Oz oleh Frank Baum, dan yang paling terkenal saat ini adalah serial Harry Potter oleh J.K. Rowling.

Abraham ‘Bram’ Stoker, seorang penulis cerita fantasi kelahiran Dublin pada tahun 1847 menulis novel berjudul Dracula (1897). Ini bukan novel pertamanya. Novel lengkapnya yang pertama, The Snake’s Pass terbit tahun 1890, tahun saat ia memulai riset tentang karya besarnya, Dracula. Tidak seperti karya-karya lain yang pernah diterbitkan, Dracula memiliki keistimewaan sehingga menjadi novel horor klasik yang pertama kalinya mempopulerkan kisah dracula atau vampir. Setelah itu ratusan buku dan film tentang dracula bermunculan hingga kini.

Sebagai salah satu karya fantasi horor (lihat juga Frankenstein karya Mary Shelley), Dracula tampil berbeda dibanding novel-novel fantasi lainnya. Stoker menulis novel ini layaknya sebuah buku harian, atau istilahnya dikenal dengan epistolary novel, di mana isinya merupakan kumpulan catatan harian, telegram, surat-surat para tokoh-tokohnya, kliping surat kabar, alat rekam, dll. Dengan kata lain, suguhan cerita berada dalam susunan secara urut tanggal peristiwa yang dialami oleh para tokoh-tokohnya, yaitu Jonathan Harker, Mina Harker, Lucy, Dr. Seward, dan Van Helsing. Selain itu, novel ini menyuguhkan kekelaman dan kengerian dalam serunya kisah perburuan dracula dengan menaruh elemen-elemen fantasi yang bernuansa seram, seperti serigala jadian (werewolf), makhluk penghisap darah manusia (vampir), peti-peti berisikan jenasah yang hidup, kelelawar yang berubah menjadi manusia dan sebaliknya, dan sebagainya. Tidak hanya itu, Dracula adalah novel yang menyandingkan tradisi dan modernisasi. Dalam hal tradisi muncul konsep Kekristenan dan takhayul, sedangkan modernisasi terwakili oleh teknologi yang berkembang saat itu (mesin ketik, fonograf, dan terapi penyembuhan modern).

Walaupun ditulis dengan cara seperti itu, catatan demi catatan yang disuguhkan ke pembaca terangkai dengan sempurna membentuk sebuah kisah yang menarik. Kelinieran dalam penyajian cerita tersebut mencerminkan peristiwa-peristiwa yang terjadi sedemikian rupa dari hari ke hari, kadang mundur sedikit ke belakang atau terdapat beberapa tanggal yang sama untuk melihat sebuah kejadian dari sudut pandang tokoh lain. Hal ini membuat karakter tokoh-tokohnya menjadi kuat karena mengungkap kondisi jiwa para tokohnya menurut perasaan masing-masing. Emosi para tokohnya tereksplorasi secara mendalam. Tampaknya di sinilah letak kelihaian Stroker meninjau ke dalam jiwa manusia yang dilanda ketakutan. Seperti yang diungkapkan R.I. Fisher dalam kata pengantar novel ini bahwa novel ini menjadi abadi bukan karena penulisnya, bukan karena plotnya, gayanya, dialognya, tetapi temanya yang luar biasa kuat. Stoker memanfaatkan keragaman dalam sudut pandang dan memiliki kemampuan yang mencakup beberapa bidang (intelektual, emosional, dan seksual). Justru di sinilah letak inti kekuatan novel, yaitu kemampuan penulisnya meninjau ke dalam jiwa manusia. Jiwa manusia yang ketakutan memiliki efek yang sama dengan mimpi buruk. Dengan kata lain efek dracula sama dengan efek mimpi buruk. Tak seorang pun bisa membantah rasa takut yang ditimbulkannya pada diri seseorang. Stoker tampaknya ingin mengajak pembaca untuk melihat dunia dari segi di mana mimpi adalah kenyataan dan kesadaran adalah mimpi (Stoker, 2009:14).

Dengan demikian, unsur-unsur fantasi dan kondisi kejiwaan para tokoh di dalam Dracula merupakan hal menarik untuk dibahas.

Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan adanya unsur-unsur fantasi yang terkandung dalam novel Dracula. Selain itu, paparan ini juga akan melingkupi peran psikoanalisis yang ada dalam novel.

B. Psikoanalisis dalam Karya Sastra Fantasi
Pertemuan sastra dan psikoanalisis adalah dijadikannya mimpi-mimpi, fantasi, atau mite sebagai bahan dasar pemiikiran. Sebagai suatu metode, psikoanalisis digunakan untuk menginterogasi tentang kepribadian manusia yang sepenuhnya didasarkan pada tindakan mendengarkan pasien. Sedangkan pemikiran tentang sastra dalam psikoanalisis adalah ketidaksadaran. Hubungan seperti itu memperlihatkan bahwa “… Psychoanalysis deals with motives, especially hidden or disguised motives; as such it helps clarify literature on two levels, the level of the writing itself, and the level of character action within the text.”

Merujuk kutipan di atas, psikoanalisis dalam sastra adalah motif yang terdapat dalam cara penyajian cerita dan tindak laku tokoh dalam cerita.

Sehubungan dengan cerita fantasi, motif atau tema psikoanalisis sering ditemukan. Tema-tema tersebut meliputi gangguan kejiwaan dan pandangan para tokoh di dalam cerita. Harus disadari bahwa unsur ketidaksadaran seorang tokoh yang mengalami gangguan psikis merupakan tampilan yang sering dipertontonkan. Dengan kata lain, dalam kacamata psikoanalisis sejumlah cerita fantasi sulit dipisahkan dari psikoanalisis karena pada dasarnya sumber dari peristiwa-peristiwa aneh sebenarnya adalah si tokoh sendiri. Sang tokoh melihat hal-hal tertentu dengan persepsi yang tidak wajar akibat gangguan psikis (Djokosujatno, 2005:89).

Salah satu tema psikoanalisis dalam karya sastra adalah faktor kecemasan. Kecemasan adalah perasaan terjepit atau terancam. Menurut Freud, itu terjadi ketika konflik menguasai Ego. Kecemasan timbul karena adanya ketegangan yang datang dari luar. Karena adanya kecemasan itulah muncul apa yang disebut mekanisme pertahanan Ego (diri). Mekaanisme pertahanan Ego termasuk dalam teori psikoanalisis Freud. Ia menyatakan bahwa mekanisme ini digunakan sebagai strategi mencegah kemunculan terbuka dari dorongan-dorongan Id maupun menghadapi tekanan Superego atas Ego dengan tujuan agar kecemasan bisa dikurangi atau diredakan. Individu menggunakan mekanisme tersebut sesuai dengan taraf perkembangan dan derajat kecemasan yang dialaminya.

Ada dua ciri umum mengenai tindakan individu dalam mempertahankan diri. Pertama, individu dapat menyangkal, memalsukan atau mendistorsikan kenyataan. Kedua, individu bekerja secara tidak sadar sehingga ia tidak tahu apa yang terjadi. Secara rinci terdapat banyak cara/mekanisme pertahanan diri, hanya saja penulis membatasinya pada sembilan macam saja: represi, sublimasi, proyeksi, displacement, rasionalisasi, formasi reaksi, melakonkan, nomadisme, dan simpatisme.

Represi adalah mekanisme yang paling umum dilakukan. Mekanisme ini berbentuk upaya pembuangan setiap bentuk impuls, ingatan, atau pengalaman yang menyakitkan atau memalukan dan menimbulkan kecemasan tingkat tinggi. Individu akan melakukan represi untuk meredakan kecemasan dengan jalan emnekan dorongan-dorongan atau keinginan-keinginan yang menjadi penyebab kecemasan tersebut ke dalam alam bawah sadar. Sayangnya, mekanisme pertahanan seperti ini sangat berbahaya. Apabila otak bawah sadar tidak mampu menampung lagi maka kecemasan-kecemasan tersebut akan timbul ke permukaan dalam bentuk reaksi emosi yang berlebihan.

Sublimasi, pada gilirannya, adalah proses bawah sadar di mana libido ditunjukkan atau diubah arahnya ke dalam bentuk penyaluran yang lebih dapat diterima. Ia merupakan mekanisme pertahanan Ego untuk mencegah atau meredakan kecemasan dengan cara mengubah dan menyesuaikan dorongan Id yang menjadi penyebab kecemasan ke dalam bentuk tingkah laku yang bisa diterima oleh masyarakat. Dengan kata lain, sublimasi mengubah berbagai rangsangan yang tidak diterima menjadi bentuk yang bisa diterima secara sosial. Mekanisme pertahanan Ego seperti ini dinilai sangat bermanfaat karena tidak ada pihak yang merasa dirugikan baik individu itu sendiri maupun orang lain.

Selanjutnya, proyeksi adalah tindakan mengalihkan dorongan, sikap, atau tingkah laku yang menimbulkan kecemasan kepada orang lain. Ia digunakan dengan cara menimpakan kesalahan dan dorongan tabu kepada orang lain. Lebih jelasnya, individu mempertahankan diri dari pikiran-pikiran dan keinginan-keinginan yang tak dapat diterima dengan menyatakan hal tersebut kepada orang lain. Individu yang secara tidak sadar melakukan mekanisme pertahanan Ego seperti ini biasanya berbicara sebaliknya atau mengkambinghitamkan kepada orang atau kelompokm lain.

Displacement adalah pengungkapan dorongan yang menimbulkan kecemasan kepada objek atau individu yang kurang berbahaya atau kurang mengancam dibandingkan dengan objek atau individu yang semula. Ia digunakan dengan mengarahkan energi kepada objek atau orang lain apabila objek asal atau orang yang sesungguhnya tidak bisa dijangkau. Ia tampak dalam gerak-gerik emosi yang asli dan sumber pemindahan ini dianggap sebagai suatu target yang aman. Dengan kata lain, individu, dengan menggunakan mekanisme pertahanan Ego seperti ini, melimpahkan kecemasan yang menimpanya kepada orang lain yang lebih rendah kedudukannya.

Kemudian, rasionalisasi adalah di mana individu berusaha untuk membenarkan tindakan-tindakannya terhadap dirinya sendiri ataupun orang lain. Mekanisme ini tidak lebih dari menyelewengkan atau memutarbalikkan kenyataan yang mengancam ego, melalui dalih atau alasan tertentu yang seakan-akan masuk akal sehingga kenyataan tersebut tidak lagi mengancam ego. Individu menggunakan mekanisme seperti ini dengan membuat informasi-informasi palsu atau dibuat-buat sendiri.

Reaksi formasi adalah suatu mekanisme yang menggantikan suatu impuls atau perasaan yang menimbulkan kecemasan dengan lawan atau kebalikannya dalam kesadarannya. Ia digunakan untuk mengendalikan dorongan Id agar tidak muncul sambil secara sadar mengungkapkan tingkah laku sebaliknya. Reaksi formasi ini melakukan kebalikan dari ketaksadaran, pikiran, dan keinginan-keingina yang tidak dapat diterima, dengan melakukan perbuatan yang sebaliknya.

Selanjutnya, tindakan melakonkan adalah mekanisme pertahanan Ego untuk meredakan atau menghilangkan kecemasan dengan cara membiarkan ekspresinya keluar. Ia merupakan kebalikan dari represi yang menekan dorongan-dorongan atau keinginan-keinginan yang menjadi penyebab kecemasan tersebut ke dalam alam bawah sadar. Mekanisme ini membiarkan ekpresinya mengalir apa adanya. Tidak ada bentuk penahanan atau penutupan atas kecemasan yang diterimanya.

Nomadisme digunakan untuk meredakan atau menghilangkan kecemasan dengan cara berusaha lepas dari kenyataan. Individu akan berusaha mengutrangi kecemasan dengan memindahkan diri sendiri (secara fisik) dari ancaman. Dia berusaha sesering mungkin atau tidak sama sekali berhadapan dengan individu atau objek yang akan menimbulkan kecemasan.

Akhirnya, simpatisme digunakan individu sebagai mekanisme pertahanan Egonya untuk meredakan atau menghilangkan kecemasan dengan cara mencari sokongan emosi atau nasihat dari orang lain. Ia biasanya akan mencari teman dekatnya untuk membicarakan masalah-masalah atau kecemasan yang telah diterimanya. Dia berusaha mendapatkan kata-kata yang bisa membangkitkan gairah untuk mengahadapinya.

Selanjutnya, cerita-cerita fantasi merupakan objek yang sering dibahas oleh bapak Psikoanalisis, Sigmund Freud. Contohnya Gradiva karya Jensen dan Der Sandmann karya E.T.A. Hoffmann. Menurut Freud, tokoh-tokoh yang ada dalam dua karya tersebut mengalami gangguan kejiwaan yang disebut halusinasi dan kompleks kastrasi.

Akhirnya, psikoanalisis dalam karya sastra fantasi selalu menampilkan dua pokok bahasan di atas, yaitu hubungan Freud dengan cerita fantasi dan tema gangguan jiwa dan keanehan.

C. Fantasi dalam Novel Dracula
1. Motif atau Tema
Motif atau tema novel ini begitu kuat. Ada beberapa motif yang beriringan membentuk kekuatan tematik, yaitu ilmu pengetahuan berhadapan dengan takhayul, kekristenan, gender dan seksualitas, dam kondisi kesadaran berubah (altered states of consciousness).

a. Unsur Ilmu Pengetahuan Modern vs Takhayul
Dalam novel Dracula, unsur ilmu pengetahuan dan teknologi modern disandingkan dengan hal-hal yang irasional seperti takhayul. Kedua unsur tersebut dipadukan melalui tindak laku tokoh-tokohnya. Tokoh Dr. Seward menggunakan tabung-tabung rekaman yang disebut fonograf sedangkan Mina Harker sangat intensif menulis dengan mesin ketik. Kedua tokoh tersebut sangat menjunjung tinggi riset dan metode ilmiah dengan selalu mencatat teliti hasil riset dan catatan hariannya.

Tidak seperti Dr. Seward dan Mina Harker, Jonathan Harker dan Mr. Swales sangat mempercayai takhayul. Jonathan, akibat demam otaknya, lebih percaya pada mimpi-mimpinya selama di Transylvania daripada akal sehatnya. Ia mengalami trauma yang begitu dahsyat. Mr. Swales sendiri adalah sosok yang mengagungkan masalah-masalah kepercayaan lokal mengenai hal-hal yang menakutkan dan jahat. Tentu saja hal-hal seperti itu sangat dimanfaatkan oleh Count Dracula untuk kepentingan dirinya agar leluasa mencengkeram lebih dalam ranah jiwa manusia dalam rasa takutnya.

Hanya saja, tokoh Van Helsing digambarkan sebagai sosok yang dapat menguasai dua hal yang berlawanan tersebut: pengetahuan modern dan kepercayaan kuno. Ia menggunakan cara-cara pengobatan modern sesuai dengan riset ilmiah kejiwaan, seperti melakukan hipnosis, sekaligus melakukan pengobatan cara kuno yang irasional, yaitu dengan menggunakan bawang putih dan hosti (roti) dan penusukan jantung dengan kayu salib.

b. Unsur Penyelamatan dalam Kristen
Tema lain adalah unsur kekristenan. Penggunaan simbol dan objek tertentu dalam novel semuanya merujuk pada Christian Salvation (penyelamatan), misalnya pengalungan salib perak, penyucian peti-peti, penyucian roh dengan penusukan kayu salib ke arah jantung, pengampunan jiwa, kedamaian, dan lain sebagainya.
“…penggal kepalanya dan bakar jantungnya, atau tusuk jantung itu dengan kayu berujung runcing, supaya dunia dapat diselamatkan darinya….”
(Surat Van Helsing ditujukan pada Dr. Seward, Stoker, 2009:285)

c. Unsur Gender dan Seksualitas
Kemudian unsur gender juga tampak dikedepankan dalam novel ini. Keberadaan laki-laki dan perempuan digambarkan sebagaimana halnya posisi laki-laki adalah superior. Perempuan menempati posisi yang ‘teraniaya’ dengan gambaran tokoh Lucy, Mrs. Westenra (ibunya Lucy), tiga vampir wanita, dan Mina Harker sendiri. Lucy menjadi korban Count Dracula sehingga ia menjadi makhluk pengisap darah anak-anak, dan ia juga korban dari pengobatan kuno yang dilakukan Van Helsing dengan menusuk jantung dan memisahkan kepala dari tubuhnya. Tidak hanya itu, ibunya, Mrs. Westenra meninggal karena histeris ketakutan. Kemudian tiga vampir wanita yang lebih dulu menjadi korban Count Dracula dan selalu menggantungkan makanannya pada pemberian sang Count. Dalam hal ini pelecehan gender terlihat dari transformasi Lucy yang asalnya wanita terhormat menjadi predator anak-anak seperti halnya yang dilakukan tiga vampir wanita itu. Akhirnya, Mina Harker sendiri menjadi korban Count pula meskipun akhirnya dibebaskan. Meskipun tampaknya dalam novel Mina sangat dikagumi karena kecerdasannya, para tokoh pria, terutama Van Helsing masih tidak bisa mensejajarkan kewanitaannya dengan pria pada umumnya. Hal itu tampak jelas ketika Van Helsing selalu mengatakan “….wanita yang memiliki otak seperti pria…”.

Unsur seksualitas pun tampaknya mewarnai novel ini dengan ditampilkannya pesona perempuan untuk menggoda laki-laki. Lucy yang cantik telah memikat tiga orang laki-laki sekaligus (Dr. Seward, Quency Morris, dan Arthur Holmwood (Lord Godalming), meskipun akhirnya ia memilih salah satu dari mereka (Lord Godalming). Lebih lanjut digambarkan bagaimana tiga vampir wanita yang mempesona Jonathan Harker semasa ia tinggal di puri Count Dracula dan hampir memukau si tua Van Helsing secara seksual ketika akan memusnahkannya.

d. Unsur Kondisi Kesadaran Berubah (Altered States of Consciousness)
Akhirnya, tema psike atau kejiwaan patut pula diperhitungkan dalam novel ini. Apa yang disebut kondisi kesadaran berubah (altered states of consciousness) sangat sering ditampilkan dalam novel. Kondisi kesadaran berubah adalah kondisi yang oleh para ahli disebut sebagai keadaan di mana kekuatan psi mungkin bekerja jauh lebih baik.

Ketika orang mengalami kondisi kesadaran berubah ia akan mengalami bermimpi, hipnosis, trans (trance), meditasi, hipnagogik, dan sebagainya. Bermimpi adalah di mana orang memiliki sedikit perhatian terhadap dunia luar dan terkadang mereka mengklaim mengalami mimpi-mimpi berupa prekognisi atau ramalan akan masa depan, atau bahkan sesuatu yang pernah dialami sebagai pengalaman buruk dalam hidupnya. Lalu, seseorang yang berada dalam keadaan hipnagogik adalah peralihan dari keadaan jaga ke keadaan tidur. Dalam kondisi itu seseorang mulai menurun kesadarannya akan dunia luar. Tubuhnya mulai relaks dan kondisi semacam ini bisa membuat lebih mampu mengalami psi. Kemudian meditasi dilakukan untuk mengahasilkan kondisi yang relaks dan perasaan damai. Dalam kondisi tersebut kemampuan psi seseorang bisa muncul. Salah satu teknik meditasi, yakni yoga, dipercaya merupakan teknik yang bermanfaat untuk bisa mengalami fenomena psi.

Tokoh-tokoh dalam novel ini mengalami apa yang disebutkan di atas. Tokoh Renfield mengalami gangguan kejiwaan yang notabene dikatakan gila. Bahkan Jonathan Harker pun dapat dikategorikan serupa ketika ia mengalami demam otak akibat peristiwa yang dialaminya ketika tinggal di puri Count Dracula. Selanjutnya tidur berjalan yang menimpa Lucy, trans hipnotis terhadap Mina, dan mimpi-mimpi yang dialami Mina, Lucy, dan Jonathan Harker. Menurut teori psikoanalisis, keadaan seperti ini adalah kondisi di mana seseorang memasuki wilayah ketidaksadaran, suatu alam yang menyimpan elemen-elemen psike yang direpresi. Semakin banyak elemen-elemen psike yang direpresi, akan semakin sering tampak ekspresi yang muncul melalui wilayah ketidaksadaran. Ini terlihat dalam ketidaksadaran (demam otak) Jonathan Harker dan tidur berjalannya Lucy.

2. Tokoh
Novel ini mengetengahkan tokoh-tokoh sebagai berikut: Count Dracula, Arthur Holmwood, Quency Morris, Jonathan Harker, Mina Harker (Wilhemina Murray), Renfield, Dr. John Seward, Mr. Swales, tiga wanita vampir, Van Helsing, Lucy Westenra, dan Mrs. Westenra (ibunya Lucy).

Berkaitan dengan unsur fantasi, ada beberapa tokoh yang sangat berpengaruh memberi elemen seram, heroik, perjalanan (quest), jahat (villain), sihir, dan perang.

a. Count Dracula
Count Dracula merupakan tokoh fantasi yang paling kuat pamornya. Dalam hal kefantasian, ia digambarkan sebagai sosok yang seram. Dimulai dari tampilannya secara umum,

“Di dalam, berdiri seorang pria tua bertubuh tinggi. Wajahnya tercukur bersih, kecuali kumis panjang yang putih. Ia berpakaian hitam seluruhnya, dari kepala sampai ke kaki, tanpa secercah warna lain di tubuhnya…..”
(Catatan Harian Jonathan Harker, Stoker, 2009:34)


kemudian raut wajahnya,

“Wajahnya bergaris keras—keras sekali, hidungnya bengkok, batang hidungnya lebar, sedangkan cuping hidungnya melengkung. Dahinya tinggi, rambutnya lebat, tapi pada pelipisnya tipis. Alisnya tebal sekali, hampir bertemu di atas hidungnya, seperti semak yang melingkar-lingkar. …..Secara umum ia sangat pucat.”
(Catatan Harian Jonathan Harker, Stoker, 2009:37)


mulut, gigi, bibir, telinga,

“Mulutnya sejauh yang dapat kulihat melalui kumisnya yang lebat, kaku dan tampak kejam. Giginya berbentuk aneh, tajam dan putih, dan menjorok keluar dari bibirnya. Bibirnya merah dan segar sekali, suatu hal mengejutkan, karena menunjukkan tenaga hidup yang besar, padahal ia sudah berumur. Telinganya pucat dan bagian atasnya runcing sekali, dagunya lebar dan kokoh, sedangkan pipinya kencang, namun tirus.”
(Catatan Harian Jonathan Harker, Stoker, 2009:38)


Lalu tangan, jemarinya dan bau nafasnya.

“……..punggung tangannya putih dan halus. Tapi setelah kulihat dari dekat ternyata tangan itu kasar telapaknya lebar dan jemarinya bengkok. Yang paling aneh, di tengah-tengah telapak tangannya tumbuh rambut. Kukunya panjang dan halus, dipotong sangat runcing. …….napasnya berbau busuk hingga aku merasa amat mual….”
(Catatan Harian Jonathan Harker, Stoker, 2009:38)

Tidak berhenti sampai di situ, tokoh ini juga memiliki wibawa dan sihir. Pengaruhnya cukup kuat terhadap tokoh-tokoh lainnya, terutama tokoh-tokoh wanita yang telah menjadi korbannya.

Tokoh ini berusia ratusan tahun dan tinggal di sebuah puri di Transylvania. Dulu ia adalah seorang ningrat yang beradab tetapi memiliki sifat dasar yang jahat. Ia adalah vampir dan tidak bisa mati kecuali dimusnahkan dengan cara ditusuk jantungnya dengan kayu salib berujung runcing dan kepalanya dipisahkan dari badannya. Untuk tetap ‘hidup’ ia harus meminum darah manusia (perempuan) dengan cara menghisap leher korban, yang akhirnya bisa tertular menjadi vampir.

Kelebihannya digambarkan sebagai seseorang yang yang dapat mengendalikan hewan-hewan seperi serigala dan kelelawar. Selain itu ia juga dapat berubah wujud menjadi apa saja seperti kelelawar, kabut, atau anjing besar.

Seperti yang dimiliki vampir pada umumnya, Count Dracula juga memiliki kelemahan yaitu: tak berdaya di siang hari, tak bisa melewati air kecuali ada yang membawanya, tak bisa menembus wilayah yang sudah ditandai dengan elemen-elemen kekristenan seperti bawang putih, hosti, salib perak, dan lainnya, dan tak dapat memasuki tempat tertentu kecuali bila diundang.

Dengan demikian penggambaran tokoh Count Dracula ini berasa fantastis. Melalui pengamatan seorang korban peristiwa fantastis tercermin kekuatan tokoh ini.

b. Jonathan Harker
Tokoh ini adalah tipe orang Inggris yang rasional dan cara berpikirnya yang demikian itu ia tak mampu mengimbangi atau memahami realita alternatif dari kepercayaan dan kekuatan kuno yang diwakili oleh Count Dracula. Ia merasa terperangkap di dalam puri Count dan akhirnya berhasil melarikan diri walaupun menderita demam otak, yaitu gejala-gejala gangguan kejiwaan. Ia tokoh yang mengalami perkembangan karakter, dari keputusasaan dan ketakutan menjadi percaya diri dan berani menghadapi sosok Count karena pengaruh Mina Harker, istrinya dan Van Helsing. Puncaknya, ialah yang memisahkan kepala Count dari tubuhnya pada perburuan dan pertarungan untuk memusnahkan sang Dracula.

Unsur fantasi yang terlihat dalam tokoh Jonathan Harker mengandung elemen fantasi quest, hero, dan perang. Ia berpartisipasi dalam perburuan Count Dracula bersama Lord Godalming dan mengalami perjalanan yang melelahkan, mahal, dan mengerikan. Ia harus membunuh rasa takutnya terhadap Count dengan mengatasi rasa ketakutannya sendiri terhadap bahaya yang akan menimpa Mina.

c. Arthur Holmwood
Arthur Holmwood adalah pemenang dari tiga laki-laki yang menaruh hati pada Lucy Westenra. Ia putra satu-satunya Lord Godalming dan ketika ayahnya meninggal ia mewarisi keningratannya dan bergelar Lord Godalming.

Kepahlawanan Arthur tidak diragukan lagi. Ketika Lucy kehabisan darah ia menyumbangkan darahnya lewat transfusi darah. Ia pula yang membeli kapal dan menaikinya dengan Jonathan Harker demi mengejar Count melalui jalan air. Dan klimaksnya dialah yang menusuk jantung Lucy calon istrinya dengan pasak salib runcing.

d. Van Helsing
Tokoh yang bergelar profesor dan ahli hukum ini sangat menarik karena memiliki pengetahuan modern sekaligus pengetahuan kuno yang bersifat irasional. Dia disebut oleh mantan muridnya, Dr. Seward, sebagai filsuf sekaligus ahli metafisika. Dia merawat Lucy atas permintaan mantan muridnya itu. Ia banyak menggunakan metode ilmiah medis dalam pengobatan seperti transfusi darah (bayangkan transfusi darah di jaman itu) dan metode hipsnosis pada Mina Harker. Pengetahuannya akan metafisika, pengobatan tradisional, dan pengetahuan akan hal-hal yang gaib menjadikannya sadar akan apa yang menimpa Lucy sebagai korban vampir dan memutuskannya untuk melindunginya.

Van Helsing digambarkan sebagai orang tua yang lembut, bijaksana, dan pemberani sekaligus ragu-ragu karena sifat welas asihnya. Ia berperan sebagai guru yang baik, dokter, dan sekaligus pemimpin kelompok pemusnah Count Dracula.

Kefantasian Van Helsing justru terletak pada kemampuannya sebagai orang yang memiliki pengetahuan modern sekaligus pengetahuan kuno yang bersifat irasional. Jarang ada tokoh seperti itu dalam dunia nyata sehingga kehadirannya sangat memperkuat tema novel itu sendiri.

e. Dr. John Seward
Tokoh ini adalah seorang dokter ahli jiwa yang mengepalai sebuah Rumah Sakit Jiwa. Kebetulan ia juga menaruh hati pada Lucy Westenra dan tidak berhasil mendapatkannya. Ketelitian dan kehati-hatian dalam mencatat segala peristiwa (di dalam fonograf/tabung rekam) yang berhubungan dengan gejala-gejala kejiwaan yang dialami pasiennya (terutama Renfield) merupakan kekhasan dari karakter Dr. Seward. Ia adalah seorang yang cerdas dan berbakat di bidangnya dan mendapat pujian dari mantan gurunya Van Helsing.

Justru ketelitian dan ketertarikan pada hal-hal kecil dan detil mengenai kejiwaan ini mengantar sang tokoh pada unsur fantasi, di mana sikap kegigihannya dalam meneliti dan menyelesaikan suatu masalah merujuk pada quest dan hero. Dalam satu hal, ia begitu gigih dan tekun dalam upayanya menyembuhkan Lucy hingga harus memanggil mantan gurunya Van Helsing. Hal lain, ia dengan gigih mencapai wilayah bahaya (puri Count) dengan menunggang kuda bersama Quincey Morris dan bertempur dalam pergulatan untuk membunuh Count yang dilindungi kelompok orang Gipsi yang bersenjata.


f. Mina Harker
Sumbangsih Mina Harker sebagai salah satu tokoh novel ini layak diperhitungkan. Van Helsing memujanya sebagai wanita cerdas yang otaknya sama dengan otak pria dan berbudi luhur. Catatan-catatan Jonathan Harker dalam huruf steno telah disalinnya dengan menggunakan mesin ketik sehingga dapat dibaca dengan baik oleh Van Helsing.

Sayang, Mina juga menjadi korban gigitan Count dan Van Helsing menyelamatkannya sekaligus memanfaatkannya dengan pengetahuan hipnosisnya untuk melacak keberadaan Count melalui ketidaksadaran Mina. Di sinilah letak kepahlawanan Mina dalam cerita fantasi ini. Pada jaman itu peran wanita tidaklah dapat disejajarkan dengan pria, tetapi tokoh Mina mendapat tempat istimewa karena keikutsertaannya dalam pemusnahan Count Dracula.

g. Lucy Westenra
Lucy digambarkan sebagai sosok wanita Victorian yang cantik, bergairah, dan taat beragama. Ia sahabat baik Mina Harker. Ia memiliki magnet seksualitas sedemikian rupa sehingga menarik hati tiga orang lelaki sekaligus untuk menyatakan lamarannya. Keterbukaannya akan hasrat seksual telah menjadikannya korban pertama Count, dan menjadikan dirinya vampir.

Kefantasian tokoh Lucy adalah ketika ia menjadi vampir menghisap darah anak-anak. Lukisan akan dirinya yang mengerikan sangat bertolak belakang dengan konsep kewanitaan jaman itu (Victoria): seorang wanita seharusnya melindungi dan memberi makan anak-anaknya. Tetapi yang dilakukan Lucy justru sebaliknya: menangkap anak-anak kemudian dihisap darahnya sebagai makanannya. Ini mengantar Lucy pada tokoh jahat (villain).

3. Alur Cerita
Alur cerita atau plot novel ini, seperti kebanyakan cerita fantasi lainnya, didukung oleh teknik penulisan yang disebut epistolary.

Plot novel ini tidak cepat bahkan terkesan romantik. Tidak ada ketegangan yang berlebihan pada novel ini. Deskripsi yang lazim dalam novel-novel horor seperti darah, kekerasan, dan prosesi pemusnahan mayat yang telah menjadi vampir digambarkan dengan wajar sehingga pembaca tidak mual atau jijik dibuatnya.


Perjalanan para tokoh digambarkan sedemikian rupa sehingga terkesan seru tetapi tidak menggebu-gebu. Kengerian yang timbul pada tokoh Jonathan Harker ketika sadar bahwa dirinya terperangkap di dalam puri Count Dracula ternyata lebih dulu dihiasi kekaguman sang tokoh pada Count. Kemudian keanehan-keanehan yang menimpa Lucy Westenra hingga jatuh sakit kehabisan darah dan akhirnya meninggal, lebih dahulu diberikan sosok Lucy yang ceria, cantik, dan penuh dengan magnet seksualitas. Tidak hanya itu, alur cerita menyongsong para tokoh pria yang pertama-tama saling bersaing mendapatkan Lucy tiba-tiba tapi tidak memiliki efek mengejutkan, mereka harus bergabung bekerjasama dalam upaya menyembuhkan Lucy sekaligus memburu Count. Selanjutnya, Mina Harker yang gigih membantu perburuan sang vampir, ternyata ia harus lebih dulu ‘dilemahkan’ oleh sang vampir dengan dijadikan korban. Akhirnya, Van Helsing, pemimpin dari kelompok pemusnah Count Dracula mengakhiri kehidupan Count dengan lebih dulu membunuh tiga vampir wanita di puri sebelum ia terlibat dalam pemusnahan sang Count. Menariknya, kelembutan Van Helsing digambarkan hampir mengalahkan niat sucinya untuk melakukan ‘kekerasan’ (membunuh dengan menancapkan pasak kayu runcing ke jantung vampir dan memisahkan kepala dari badannya) karena godaan seksualitas mereka.

Akhirnya, klimaks dari segalanya adalah terbunuhnya Count Dracula dalam keadaan tidak berdaya di dalam peti mati yang diusung oleh pasukan bersenjata orang-orang Gipsi, yang ironisnya, sudah hampir mendekati puri kediamannya dan ketika matahari sudah hampir mau terbenam. Terbunuhnya Count justru oleh tokoh yang mengalami ketakutan luar biasa padanya, yaitu oleh Jonathan Harker dengan pisau memisahkan kepala dari tubuh Count yang secara bersamaan pisau Quiency Morris menembus jantungnya.

4. Ruang dan Waktu
Terdapat beberapa hal penting selama perjalanan memburu Count Dracula untuk dimusnahkan. Hal-hal tersebut berkaitan dengan ruang dan waktu yang begitu hati-hati digambarkan dalam novel. Kehati-hatian ini tampak dalam tindak tanduk para tokoh dalam melakukan perburuan.

Pertama, peristiwa-peristiwa fantasi yang digambarkan dalam novel ini bermuara pada pengalaman Jonathan Harker bertemu dengan Count Dracula di kediamannya di Transylvania, tepatnya daerah di ujung timur di perbatasan tiga negara: Transylvania, Moldavia, dan Bukovina, di tengah-tengah pegunungan Carpathia. Kesan yang ditimbulkan oleh gambaran kediaman Count Dracula sangatlah fantastis. Dalam satu hal, cara menempuh perjalanan dan mencapai tempatnya saja sudah begitu sulit dan aneh. Sulit karena harus menempuh perjalanan yang cukup lama dan menginap di tempat tertentu. Aneh karena tata cara penjemputan dan pencapaian ke tempat tujuan dirasakan membawa kengerian tersendiri pada sang tokoh Jonathan. Tidak hanya itu. Ketika sampai di tempat tujuan puri Count digambarkan sebagai sesuatu yang muram dan seram. Tidak ada pelayan atau orang lainnya. Jonathan hanya bertemu Count malam hari sedangkan siang hari ia tidak pernah kelihatan.

Kedua, waktu memegang peranan penting. Waktu siang hari menjadi penting bagi kelompok Van Helsing untuk menyusun strategi dan mengumpulkan energi kekuatan. Sebaliknya, bagi Count waktu siang adalah ketidakberdayaannya. Maka malam adalah di mana Count dapat berbuat sesuka hatinya. Dalam hal pemusnahan, sekali lagi waktu matahari masih tampak menjadi demikian penting karena Count masih terbaring tak berdaya di dalam petinya.

D. Psikoanalisis dalam Novel Dracula
Psikoanalisis akrab dengan unsur-unsur kecemasan dan mekanisme pertahanan ego oleh seorang individu. Dalam karya sastra ini, unsur kecemasan tampak jelas dialami oleh para tokohnya. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa unsur kecemasan adalah perasaan terjepit atau terancam. Itu terjadi ketika konflik menguasai Ego. Kecemasan timbul karena adanya ketegangan yang datang dari luar. Karena adanya kecemasan itulah muncul apa yang disebut mekanisme pertahanan Ego (diri).

1. Kecemasan Tokoh-tokoh dalam Novel Dracula
Kecemasan para tokoh novel Dracula jelas terlihat. Hanya saja yang paling diperhitungkan seiring jalannya cerita adalah kecemasan Count Dracula, Jonathan Harker, Lucy Westenra, dan Van Helsing. Mengapa para tokoh ini yang terpilih? Berikut adalah paparan mengenai mereka berdasar teori psikoanalisis.

a. Kecemasan Count Dracula
Kecemasan Count Dracula sangatlah beralasan. Demi kelangsungan hidupnya, pantaslah kiranya ia merasa cemas akan kegagalan usahanya untuk mengembangbiakkan vampir-vampir hingga menjadi pasukannya.

b. Kecemasan Jonathan Harker
Apa yang dialami Jonathan Harker selama perjalanannya menuju puri Count Dracula adalah awal kecemasan yang akan berlanjut terus selama Count Dracula itu masih hidup. Ia cemas akan bahaya yang ditimbulkan oleh Count setelah mengetahui keanehan-keanehan di puri dan Count sendiri. Kedua, ia cemas karena takut tidak dapatbertemu dengan Mina kekasihnya. Ketiga, ia takut dan cemas memikirkan pertemuan kembali dengan Count. Keempat, ia semakin cemas ketika memikirkan penderitaan Mina yang telah menjadi korban Count.

c. Kecemasan Van Helsing
Van Helsing merasa cemas pertama kali ketika ia menyadari adanya bahaya bagi kehidupan Lucy Westenra ketika ia diminta membantu merawatnya oleh mantan muridnya, Dr. Seward. Kecemasan Van Helsing cukup beralasan dikarenakan pengetahuannya akan sains dan teknologi modern pengobatan dan kepercayaan lokal mengenai teknik pemusnahan vampir yang irasional. Ia merasa bahwa bahaya sesungguhnya adalah Count dan harus segera dimusnahkan. Kecemasannya cukup beralasan dengan melihat penderitaan dua wanita yang dikasihinya, yaitu Lucy dan Mina. Ia takut gagal membunuh sang Count yang berarti pula ia gagal menolong orang-orang yang dikasihinya.

2. Mekanisme Pertahanan Ego (Diri) Tokoh-Tokoh dalam Novel Dracula
Begitu beragam cara-cara atau mekanisme pertahanan Ego yang dikemukakan oleh Freud. Dengan merujuk pada teori psikoanalisis mengenai bagaimana individu dapat mempertahankan egonya terhadap kecemasan mereka yang beragam, berikut adalah paparan tentang tokoh-tokoh yang dicekam rasa cemas dengan upaya menghilangkan atau meredamnya.

a. Mekanisme Pertahanan Ego Count Dracula
Dalam mempertahankan egonya, Count Dracula melakukan melakonkan dan nomadisme. Mekanisme melakonkan ini membiarkan ekpresinya mengalir apa adanya. Tidak ada bentuk penahanan atau penutupan atas kecemasan yang diterimanya. Hal itu dilakukannya atas dorongan Id-nya agar tak gagal mengembangbiakkan pasukan vampir. Dan korban-korbannya terdiri dari mereka yang bisa dieksploitasi baik secara seksual (tiga wanita vampir, Lucy dan Mina) maupun mental (Renfield). Bahkan ia tak segan menghabisi nyawa orang-orang yang telah membantunya dalam mengusung peti-petinya (seluruh awak kapal Rusia hilang dan nahkoda mati terikat di kemudi kapal).

Mekanisme nomadisme dijalaninya dengan tujuan agar ia tidak langsung berhadapan dengan sumber kecemasannya yang paling tinggi, yaitu kelompok Van Helsing. Itu terlihat begitu keras usahanya untuk melarikan diri dari London kembali ke Transylvania, puri kediamannya.

b. Mekanisme Pertahanan Ego Jonathan Harker
Jonathan Harker meredam kecemasannya dengan cara merepresi keinginannya untuk melindungi Mina istrinya karena ia harus mengerjakan tugas yang dibebankan dirinya oleh Van Helsing. Ternyata represi yang ia lakukan berujung ketidaktahanan sehingga ia melakukan displacement pada waktu yang tepat. Jonathan yang diliputi kecemasan dan ketakutan terhadap Count sedemikian rupa menjadi pemberani dan membunuh sendiri sang Count dengan tangannya.

c. Mekanisme Pertahanan Ego Van Helsing
Van Helsing melalukan apa yang disebut represi, yaitu pembuangan setiap bentuk impuls, ingatan, atau pengalaman yang menyakitkan atau memalukan dan menimbulkan kecemasan tingkat tinggi. Sikap lembut dan penuh kasih Van Helsing tampaknya sangat membantu meredam kecemasan yang dirasakannya hingga ia mampu merepresi rasa takutnya akan kehilangan Lucy (dan itu terjadi) dan Mina serta kegagalan memusnahkan Count. Ketika perasaan cemasnya direpresi, Van Helsing banyak memberikan kata-kata pujian kepada Dr. Seward (ia tidak tahu apa-apa mengenai vampir) dan Mina Harker (tidak mengetahui bahaya yang sebenarnya mengenai luka di lehernya) mengenai kecerdasannya.

Di samping itu Van Helsing juga melakukan represi pada keinginannya untuk merasa iba pada makhluk vampir wanita di puri Count yang akan dimusnahkannya. Sepanjang jalan cerita, baru kali ini terlihat betapa hampir lemahnya Van Helsing menghadapi pesona seksual mereka.

E. Penutup
Tampaknya novel ini tegak oleh unsur-unsur fantasi dan kondisi kejiwaan tokoh-tokohnya sehingga cerita terangkai sedemikian rupa membangun kekuatan cerita tersebut. Pertama, unsur-unsur fantasi terwakili oleh keberadaan motif atau tema yang dapat menimbulkan kesan fantastis melalui sejumlah detil atau atribut. Tidak hanya itu, peran ruang (geographical areas) dalam cerita ini juga penting. Efek riil yang diberikannya dapat menyumbang kefantastisan cerita. Akhirnya, pengaturan alur yang mengalir rapi dan jernih dalam dunia yang wajar dibesut sedemikian rupa hingga kemudian dimunculkan peristiwa-peristiwa fantastis.

Demikian pula unsur-unsur psikoanalisnya yang didomiansi rasa cemas dan takut oleh para tokohnya. Dengan adanya kecemasan seperti itu tampaknya mendorong para tokoh untuk berbuat sesuatu: mempertahankan dirinya dengan melakukan mekanisme pertahanan yang beragam.

Demikian paparan mengenai unsur-unsur fantasi dan psikoanalisis yang terdapat di dalam novel Dracula. Jauh dari sempurna memang, tetapi paling tidak ada upaya pendedahan sebuah karya sastra yang mengacu pada teori di luar sastra.

Terima Kasih.

1 komentar:

  1. assalamualaikum ibu

    saya tertarik sekali dengan tulisan tulian ilmiah ibu yang sering sekali menggunakan teori psikoanalisis milik lacan. dan hal itu menginspirasi untuk memakai teori hasrat ini untuk tugas akhir saya.
    perkenalkan nama saya riki dari universitas trunojoyo madura. ketika saya membaca karya anda tentang hasrat tokoh takashi dalam jeritan lirih, mengilhami saya untuk juga mengambil teori hasrat ini.
    tetapi, saya terkendala dengan referensi. dikampus saya sulit sekali menemukan referensi psikologi. maka dari itu saya ingin sekali meminjam atau mengkopi serta berdiskusi dengan ibu jika berkenan.
    terimakasih ibu.

    rifki aris sandi
    ikbenjongen@yahoo.com
    08980495113

    BalasHapus