Jumat, 04 Maret 2011

ULASAN BUKU THE FEMININE MYSTIQUE KARYA BETTY FRIEDAN

Oleh
Rida Wahyuningrum

A. Pendahuluan
Antara tahun 1950-an dan 1960-an dapat disaksikan betapa banyak perubahan terjadi. Pada bidang kewanitaan, gaung feminisme begitu terasa dengan dikenalkannya pada dunia apa sebenarnya peran wanita, terutama ketika berbicara mengenai wanita pekerja atau dengan sebutan wanita karir. Wanita dan pekerjaannya saat itu perlu apresiasi dan pengakuan. Dalam hal ini, masa telah mempertontonkan betapa pentingnya sebuah pelajaran mengenai kesempatan sekaligus masalah-masalah yang dihadapi oleh para wanita di tempat kerjanya.

Di tahun 1963, buku The Feminine Mystique karya Betty Friedan mengguncang kesadaran kolektif semua orang Amerika saat itu. Sejak itulah buku ini menjadi best seller sekaligus kontroversial karena sangat berpengaruh pada kehidupan jutaan orang Amerika. Buku ini pula yang menjadi cikal bakal bagi munculnya gerakan feminisme gelombang ke-2 di Amerika dan tentu saja efeknya bagi dunia. Yang jelas, buku ini ditulis pada sebuah era di mana wanita diharuskan untuk kembali ke kodrat mereka sebagai ibu rumah tangga tradisional setelah trauma Perang Dunia II dan selama suatu waktu di saat orang-orang harus hidup di bawah rasa takut akan bahaya bom atom dan Perang Dingin.

Dalam tulisan ini akan dipaparkan sedikit mengenai buku tersebut. Sedikit karena penulis percaya ia belum bisa menuntaskan secara luas pemikiran Betty Friedan dalam buku ini. Yang terpaparkan hanyalah sebuah garis besar pemikirannya sebagai sebuah gambaran sekilas mengenai buku tersebut. Adapun topik yang dibahas meliputi sekelumit cerita kehidupan Betty Friedan, feminisme di balik best seller-nya buku tersebut, ringkasan buku, dan pengaruh buku tersebut dalam studi sastra.

B. Sekilas tentang Betty Friedan
Betty Friedan terlahir dengan nama lengkap Betty Naomi Friedan di Peoria, Illionis pada tanggal 1921 dari pasangan Harry dan Miriam Goldstein. Sang ibu pernah menjadi penulis pada halaman sebuah surat kabar ketika saat itu Harry sang suami jatuh sakit. Mungkin tindakan ibunya itulah yang memberikan semacam inspirasi kepada Betty mengenai ruang bagi perempuan.

Pada masa mudanya, Betty sudah aktif dalam lingkaran Marxist dan Yahudi. Pada saat itu ia juga menulis tentang bagaimana ia terisolasi dari masyarakat pada suatu waktu. Rasa terisolasi pernah ia ungkapkan sebagai berikut: passion against injustice…originated from my feelings of the injustice of anti-Semitism. Kemudian ketika ia masuk dalam sekolah atas di Peoria, ia juga kembali terlibat dalam surat kabar yang ada di sekolah atas tempat ia belajar itu, tetapi kemudian ia mengusulkan perubahan pada kolomnya. Ia dan beberapa temannya kemudian menerbitkan sebuah majalah sastra yang diberi nama Tide.

Selanjutnya, ketika ia kuliah di Smith College pada tahun 1938, ia termasuk salah satu perempuan, dari semua perempuan yang mendapatkan perhatian lebih, karena prestasi akademiknya, terbukti dengan beasiswa yang ia dapatkan sejak tahun pertama ia kuliah. Ia lulus pada tahun 1942 dengan predikat summa cum laude pada bidang studi psikologi.

Di tahun 1943, ia menghabiskan waktunya di University of California, Berkeley dan di universitas itulah ia diterima bekerja di fakultas psikologi bersama teman laki-lakinya Erik Erikson. Kemudian di situlah ia juga mulai aktif dalam politik.
Di tahun 1960-an—atau mungkin lebih tepatnya di tahun 1966, ia bersama beberapa feminis lain, berhasil mendirikan sebuah Organisasi Nasional untuk Perempuan atau National Organization for Woman (NOW) dan organisasi inilah yang pertama kali—secara eksplisit—mendefinisikan diri sebagai organisasi feminis di Amerika Serikat di abad ke-20, untuk menentang diskriminasi seks di segala bidang kehidupan: sosial, politik, ekonomi dan personal.

Setelah maneuver di belakang layar, Friedan—yang pada saat itu dipandang sebagai figur yang sangat kontroversial, karena bukunya The Feminine Mystique yang terbit di tahun 1963—dipilih sebagai presiden NOW pertama pada tahun 1966 oleh 300 anggota pengurusnya, laki-laki dan perempuan. Kemudian jabatannya itu berakhir pada tahun 1970.

Kemudian pada tanggal 4 Februari 2006—tepat pada ulang tahunnya yang ke-85—Friedan meninggal dunia, di Washington D.C., karena penyakit liver. Namun semasa hidupnya, ia telah meninggalkan beberapa karya penting tentang feminisme diantaranya; The Feminine Mystique (1963), It Changed My Life (1976), The Second Stage (1981), The Fountain of Age (1993), Beyond Gender (1997), Life So Far (2000).

C. Betty Friedan dan Feminisme
Feminisme adalah sebuah gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak dengan pria. Feminisme juga terdiri dari beberapa bagian sosial, budaya, pergerakan politik, ekonomi, dan teori-teori dan filosofi moral. Kaum feminis disatukan oleh pemikiran bahwa wanita di masyarakat memiliki kedudukan yang berbeda dengan pria dan bahwa masyarakat terbangun atas kepentingan kaum pria, yang merupakan kerugian bagi wanita.

Menurut sejarah berkembangnya, terdapat tiga gelombang gerakan feminism. Gerakan feminism pertama bermula sejak tahun 1800 sampai sekitar tahun 1930an. Secara umum, gerakan ini memiliki tujuan meningkatkan kesamaan derajat dan hak wanita dengan pria, yaitu hak pilih. Gelombang kedua dimuai pada akhir tahun 1960an. Gelombang ini merujuk kepada ide-ide dan gerakan-gerakan liberal kaum wanita. Akhirnya, gelombang ketiga adalah kelanjutan dari gelombang kedua dan merupakan reaksi dari kegagalan di gelombang kedua. Gelombang ini berawal pada tahun 1990an.

Pada tahun 1963 terbitlah buku The Feminine Mystique karya seorang sosiolog dan psikolog, yaitu Betty Freidan. Terbitnya buku ini menandai dimulainya gerakan feminism gelombang kedua di Amerika. Buku ini disambut luas dan mampu menyadarkan masyarakat Amerika akan adanya ketimpangan seksual. Para pendukung Freidan melancarkan berbagai kegiatan serta menggelar aksi-aksi unjuk rasa untuk mengajukan tuntutan-tuntutan mereka.

Gerakan feminisme gelombang kedua ini diwarnai oleh semangat menggebu-gebu yang ditunjukkan berbagai kalangan, misalnya kelompok artis, dunia media massa, kalangan perguruan tinggi, dsb. Inti tuntutan-tuntutan yang diajukan masih sama, yaitu meningkatkan kedudukan dan derajat wanita dengan meninggalkan domestisitas. Untuk memperkuat tuntutan-tuntutan tersebut mereka juga memperjuangkan kepentingan-kepentingan lain, misalnya soal-soal seksualitas perempuan, hak untuk menguasai tubuh sendiri, anti pelecehan seksual, penghapusan diskriminasi seksual di segala bidang, serta pembagian pekerjaan rumah tangga secara adil. Akhirnya, gerakan gelombang kedua ini berdampak pada kehidupan luas. Misalnya, seorang suami yang pandai memasak menjadi pemandangan lazim, wanita-wanita menjadi prajurit, dsb.
Tetapi, ada juga dampak negatif yang terbaca dari keberhasilan perjuangan ini, yaitu misalnya meningkatnya angka perceraian, semakin banyaknya wanita yang memilih hidup sebagai single parent dan menjamurnya lesbianisme.

Melalui tulisannya, Betty Freidan telah berhasil menginspirasi kaum wanita untuk memperjuangkan hak-haknya. Dalam bidang perundangan, tulisan Betty Friedan berhasil mendorong dikeluarkannya Equal Pay Right (1963) sehingga kaum perempuan bisa menikmati kondisi kerja yang lebih baik dan memperoleh gaji sama dengan laki-laki untuk pekerjaan yang sama. Kemudian tidak lama dikeluarkannya Equal Right Act (1964) dimana kaum perempuan mempunyai hak pilih secara penuh dalam segala bidang. Terlebih lagi setelah Betty Freidan membentuk organisasi wanita bernama National Organization for Women (NOW) di tahun 1966, gerakan kaum perempuan semakin meluas di Amerika.

D. Tentang Buku The Feminine Mystique
Pada sampul depan buku The Feminine Mystique terdapat salinan asli kutipan yang ditulis oleh Ashley Montauge, yang mengatakan: “The book we have been waiting for… the wisest, sanest, soundest, most understanding and compassionate treatment of contemporary American woman’s greatest problem”.

Buku ini diterbitkan pada tanggal 25 Februari 1963 dan menjadi acuan dimulainya gerakan feminis modern. Adapun isi dari buku tersebut dibagi dalam 14 bab. Bab pertama dimunculkannya istilah “The Problem that Has No Name”. Pada bab ini dikemukakan sebuah pendahuluan yang memaparkan masalah yang tak memiliki nama. Dengan kata lain, istilah masalah yang tak memiliki nama ini secara umum merupakan ketidakbahagiaan kaum wanita itu sendiri. Friedan memperlihatkan beberapa studi kasus para wanita yang tak bahagia itu dari seluruh jajaran Amerika Serikat dan ia ingin mengetahui apakah ketidakbahagiaan itu justru berhubungan dengan peran wanita sebagai ibu rumah tangga.

Yang menjadi sorotan adalah ketidakpuasan yang dialami para ibu rumah tangga dari kelas menengah atas yang tinggal di daerah pinggiran (suburban) dan pandangan terhadap peran wanita sebagaimana yang digambarkan dalam majalah wanita saat itu. Pernyataan penting Friedan adalah bahwa wanita saat itu kurang tegas dan lebih domestik (berkiblat pada hal-hal yang bersifat keputrian dan kerumahtanggaan) dibandingkan sebelumnya. Tidak hanya itu, ia menyatakan para editor majalah wanita saat itu (tentu saja banyak prianya) memiliki keyakinan bahwa wanita tidak akan tertarik pada bidang politik atau urusan dunia luar.

Di bab berikutnya, diberikan sebuah detail mengenai transisi dari apa yang disebut "spirited New Woman ". Friedan menyebutnya sebagai peran yang akan membinasakan wanita sehingga ia menjadi displaced persons, if not virtual schizophrenics, in our complex, changing world." Ini berarti apa yang dikerjakan wanita dalam urusan kerumahtanggaan dan masyarakatnya dipandang sebagai suatu hal yang membahayakan kesehatan wanita itu sendiri.

Friedan juga melihat dengan seksama pada majalah-majalah wanita mulai dari sebelum dan sesudah perang dunia II. Dalam majalah tahun 1930-an, cerita banyak yang menggambarkan masalah keyakinan diri dan kepahlawanan perempuan yang mandiri, yang mana mereka terlibat dalam karir. Tetapi, pada kebanyakan majalah wanita di akhir tahun 1940-an, 1950-an, dan awal tahun 1960-an, the Happy Housewife (sebutan bagi wanita rumah tangga) yang berambisi hanya pada perkawinan dan keiburumahtanggaan telah berganti haluan menjadi Wanita baru yang mengarah ke pembinaan karir. Friedan menyebutnya sebagai ibu rumahtangga yang ideal dalam hal kewanitaan, yaitu the feminine mystique.

Kemudian, Friedan menggambarkan adanya krisis identitas yang dialami oleh wanita. Dalam bab ini dipaparkan bagaimana wanita menghadapi krisis akan peran apa sebenarnya mereka yang harus mainkan. Friedan mengingat keputusannya yang menyesuaikan dengan harapan-harapan masyarakat dengan cara menghentikan karirnya yang menjanjikan agar ia dapat mengasuh anak-anaknya dan ia melihat bahwa kaum wanita muda masih juga bergelut dengan keputusan serupa. Banyak wanita yang putus sekolah hanya untuk alasan menikah, takut bahwa seandainya mereka terlalu lama menunggu untuk pintar dan terdidik mereka akan gagal membuat calon suami tidak terkesan lagi. Sayangnya, banyak wanita tidak menemukan pemenuhan dalam peran sempit mereka sebagai istri dan ibu lalu takut bahwa ada sesuatu yang salah dengan mereka.

Friedan dengan jelas menyatakan bahwa "our culture does not permit woman to accept or gratify their basic need to grow and fulfill their potentialities as human beings, a need which is not solely defined by their sexual role" . Ia mengenalkan kebutuhan seperti ini sebagai suatu kebutuhan akan ideologi yang pernah dijelaskan oleh Erik H. Erikson, seorang psikoanalis teman kerjanya. Kemudian ia selalu menggunakan tema tersebut dengan banyak mengutip teori Maslow tentang kebutuhan manusia mengenai aktualisasi diri (self actualization).

Mengenai The Passionate Journey, Friedan mengulas perjalanan gerakan feminism sejak awal. Friedan ingat pertempuran yang dihadapi oleh kaum feminis abad kesembilan belas di Amerika Serikat. Seperti pada masanya, Friedan memperhatikan bahwa masyarakat abad kesembilan belas berusaha untuk membatasi perempuan untuk peran istri dan ibu dan menganiaya wanita yang menentang sosok tersebut. Namun, meskipun ditentang dengan keras, kaum feminis saat itu tak tergoyahkan, dan wanita akhirnya diberi banyak peluang sebagaimana halnya yang pria nikmati, termasuk pendidikan, hak untuk mengejar karir mereka sendiri, dan yang paling penting, hak untuk memilih. Dengan tujuan besar terakhir terpenuhi, Friedan mengatakan, gerakan perempuan telah mati atau selesai.

Tidak hanya itu, Friedan juga mengatakan bahwa feminine mystique banyak mengambil dari teori psikologis Sigmund Freud yang berusaha untuk mendefinisikan kemanusiaan dalam konteks seksual. Banyak teori yang kompleks itu termasuk label seperti penis envy, yang katanya digunakan oleh para pendukung feminine mystique untuk menjelaskan mengapa wanita tidak bahagia dalam peran mereka sebagai ibu rumah tangga dan ibu. Wanita sulit untuk menyangkal informasi Freudian yang begitu gencar dilancarkan oleh sumber-sumber akademis dan media mapan. Selain itu, kekaguman Friedan tertuju pada Margaret Mead and Freud. Ia memuji kejeniusan Freud sekaligus "life of open challenge"nya si Mead.

Ia mengklaim dampak penelitian mereka berdua menimbulkan atmosfir intelektualitas yang memandang wanita lewat peran biologis mereka dan pemikiran yang hebat mengenai pendidikan bagi wanita. Hal ini kemudian menyebar luas ke kampus-kampus di seluruh negeri. Kurikulum pun berubah meninggalkan yang standard klasik, yaitu bagaimana mendidik wanita untuk menyesuaikan peran kerumahtanggaannya.

Betty Friedan menyalahkan “The Sex-Directed Educators”. Ia mendokumentasikan banyak fakta yang mengganggu kehidupan di kampus dan di sekolah-sekolah tinggi. Meskipun perempuan Amerika telah lebih banyak yang kuliah sebelumnya, lebih sedikit dari mereka berkiprah untuk menjadi fisikawan, filsuf, penyair, dokter, pengacara, senator, pelopor sosial atau bahkan profesor perguruan tinggi. Menurut Friedan, peningkatan jumlah perempuan di perguruan tinggi "tampak tiba-tiba tidak mampu untuk setiap ambisi, visi apapun, semangat apa saja, kecuali mengejar cincin kawin". Apa konsekuensi dari semua ini? Friedan menyimpulkan bahwa banyak wanita terlempar dari mempersiapkan karir yang realistis atau komitmen intelektual. Hal ini akan menyembunyikan fakta bahwa kebanyakan wanita modern akan menghabiskan 25 tahun atau lebih kehidupan dewasa mereka pada pekerjaan atau kegiatan di luar rumah. Anak perempuan akan tergoda "mencari keamanan pada laki-laki," dengan kerugian berikutnya baik untuk diri mereka dan keluarga mereka. Ini menumbuhkan keasyikan dengan laki-laki, pacaran, dan seks, bukan hal yang menarik sama sekali, tapi pengingkaran terhadap kecerdasan.

Terlebih lagi, suasana pasca perang telah mendorong para pendidik untuk mengembalikan wanita pada kodratnya, yaitu tinggal di rumah dan mengurus rumah tangga. Friedan menyebutnya sebagai "the mistaken choice". Menurutnya, wanita telah menukar individualitasnya dengan rasa aman. Wanita dikurung oleh kekuatan-kekuatan sexual sell yang begitu berpengaruh. Friedan mengklaim bahwa apa yang disebut sexual sell diarahkan untuk menciptakan konsumen dan mental konsumerisme terutama bagi wanita. Premisnya adalah ibu rumah tangga akan berbelanja lebih banyak dan tentunya akan berakibat bagus bagi bisnis Amerika. Periklanan ditujukan pada mereka dengan mempertontonkan imej-imej yang mengharuskan mereka membeli untuk kepentingan rumah tangga. Friedan tampaknya menunjukkan adanya konsep materialism sebagai faktor penyumbang dalam frustrasinya para wanita mengenai kehidupan mereka.

Mengenai status pekerjaan wanita sebagai ibu rumah tangga, Friedan menggambarkan rumah sebagai "comfortable concentration camp" (kamp konsentrasi yang nyaman). Hanya saja di sana ditemukan bahwa penghuninya dilanda kebosanan dan ibu-ibu menghabiskan waktunya dengan mengerjakan hal-hal yang kurang berarti. Kegiatan mereka berkisar pada hal-hal yang bersifat “melelahkan ibu rumah tangga”.

Berikutnya, Friedan menyebut hal ini mengantarkan pada apa yang disebut progressive dehumanization and passive nonidentity (dehumanisasi progresif dan non identitas pasif). Ia menunjuk pada karakteristik umum mengenai kewanitaan, yang oleh Freud ditujukan pada biologi seksual, yaitu kepasifan, ego yang lemah atau keberadaan pribadi, super ego yang lemah atau kata hati manusia, penolakan terhadap tujuan-tujuan, ambisi, ketertarikan pada yang lain, ketidakmampuan berpikir abstrak, menarik diri dari kegiatan sosial, dan menuju kegiatan-kegiatan yang didorong oleh fantasi.

Akhirnya, Friedan menyimpulkan bahwa hasil dari semua itu adalah apa yang disebut "The Forfeited Self" (Diri yang Dikorbankan). Ia mengatakan bahwa wanita yang saat ini tidak memiliki kejelasan akan arah, tujuan, atau ambisi yang mewarnai hari-harinya guna menjemput hari esok adalah mereka yang membunuh dirinya sendiri. Mereka dikatakan akan mengorbankan kemanusiaan mereka sendiri.

Tentang rencana kehidupan baru bagi wanita, Friedan menyatakan haruslah ada remedy. Ia menunjuk perlunya ada a drastic reshaping of the cultural image of femininity (pengasahan kembali akan imej/gambaran budaya mengenai kewanitaan yang drastis). Hal itu akan memudahkan wanita mencapai kematangan, identitas diri, keutuhan pribadi, tanpa harus mengalami konflik dengan pemenuhan seksual. Perkawinan usia dini harusnya dihentikan dan itu seharusnya dilakukan usaha besar-besaran oleh para pendidik, orang tua, pemerintah, editor majalah, dll. Jelasnya kaum wanita hendaknya dihentikan dari keinginannya yang cuma jadi sekedar ibu rumah tangga dengan pelarangan kawin usia dini. Akhirnya, jalur pendidikan yang lebih tinggi (atau setinggi-tingginya) hendaknya ditempuh wanita, misalnya mengambil gelar Master atau Ph.D.

E. The Feminine Mystique dan Sumbangannya pada Dunia Sastra
Secara tidak langsung apa yang diungkapkan oelh Betty Friedan memicu gelombang feminisme jilid 2 yang kuat sekali warnanya pada feminis liberal. Ketika sastra dan kebudayaan berbicara mengenai aktifitas manusia, imajinasi dan kreatifitas adalah kemampuan emosional yang terlihat dalam karya sastra, sedangkan akal budi adalah kemampuan intelektualitas yang terlahir dari rahim kebudayaan. Kebudayaan mengolah alam melaalui akal, melalui teknologi, sedangkan sastra mengolah alam melalui kemampuan tulisan. Akhirnya sastra dan kebudayaan hadir sebagai pencerah akal budi manusia untuk meningkatkan kehidupan. Begitu pula dengan olah pikir feminisme yang akhirnya menelurkan teori sastra feminis.

Teori feminis muncul seiring dengan bangkitnya kesadaran bahwa sebagai manusia wanita juga selayaknya memiliki hak-hak yang sama dengan pria. Untuk memaksimalkan kegunaan yang total (kebahagiaan/kenikmatan) adalah dengan membiarkan setiap individu mengejar apa yang mereka inginkan, selama mereka tidak saling membatasi atau menghalangi di dalam proses pencapaian tersebut. Dengan kata lain jika masyarakat ingin mencapai kesetaraan seksual atau keadilan gender, maka masyarakat harus memberi wanita hak politik dan kesempatan, serta pendidikan yang sama dengan yang dinikmati oleh laki-laki.

Teori feminisme memfokuskan diri pada pentingnya kesadaran mengenai persamaan hak antara wanita dan pria dalam semua bidang. Ia mencoba mendekonstruksi system yang menimbulkan kelompok subordinat terpaksa harus menerima nilai-nilai yang ditetapkan oleh kelompok yang berkuasa. Teori ini mencoba untuk menghilangkan pertentangan antara kelompok yang lemah dengan kelompok yang dianggap lebih kuat. Lebih jauh lagi, feminism menolak ketidakadilan sebagai akibat dari masyarakat patriarki, menolak sejarah dan filsafat sebagai disiplin yang berpusat pada laki-laki .

Dalam The Feminine Mystique, Betty Friedan menyatakan menentang diskriminasi seks di segala bidang kehidupan: sosial, politik, ekonomi, dan personal. Sebagai seorang feminis liberal, Friedan ingin membebaskan perempuan dari peran gender yang opresif, yaitu peran-peran yang digunakan sebagai alasan atau pembenaran untuk memberikan tempat yang lebih rendah, atau tidak memberikan tempat sama sekali, bagi perempuan, baik di dalam akademi, forum, maupun pasar.

Akhirnya, studi sastra feminis melihat bagaimana nilai-nilai budaya yang dianut suatu masyarakat, suatu kebudayaan yang menempatkan perempuan pada kedudukan tertentu serta melihat bagaimana nilai-nilai tersebut mempengaruhi hubungan antara perempuan dan laki-laki dalam tingkatan psikologis dan budaya. Studi ini bertujuan menimbulkan kesadaran yang akan membebaskan manusia dari masyarakat irasional.

Beberapa karya penulis sastra feminis saat itu diwakili oleh Marilyn French (The Women’s Room), Simone de Beauvoir (The Second Sex), Jeanette Winterson (Written on the Body), dan Carson McCullers (The Heart is a Lonely Hunter).

Marilyn French menulis The Women’s Room yang merupakan refleksi dari kondisi masyarakat perempuan di tahun 1950-an di Amerika. Novel ini mengisahkan tokoh Mira yang konservatif dan selalu mengalah kemudian bangkit dengan semangat feminismenya. Yang kedua dan yang menjadi salah satu tokoh feminisme gelombang kedua adalah Simone de Beauvoir dengan karyanya The Second Sex. Novel ini menceritakan bagaimana wanita selalu mendapat perlakuan yang tidak adil. Kehadirannya tak diindahkan dan tidak penting. Ia menekankan bahwa status sosial wanita tetap sama sejak dulu kala.

Bahkan, ia menyatakan dalam masyarakat patriarkal wanita ditempatkan sebagai yang Lain atau Liyan, sebagai manusia kelas dua yang lebih rendah menurut kodratnya.

Ketidakadilan yang ekstrim digambarkan dalam novel karya Jeanette Winterson (Written on the Body) yang secara garis besar dapat dipahami bahwa posisi pria selalu aman saja kalau mereka selingkuh atau berhubungan seksual dengan siapa saja, sedangkan wanita akan dihukum apabila melakukan hal yang sama. Kemudian, Carson McCullers dengan karyanya The Heart is a Lonely Hunter memotret kehidupan seorang gadis yang berambisi melihat dunia.

F. Penutup
The Feminine Mystique akhirnya adalah sebuah gambaran ideal dari apa yang disebut dengan feminin oleh seorang Betty Friedan. Ia merupakan suatu istilah yang mengidealkan perilaku feminin sebagaimana diharapkan dari seorang wanita saat itu, yaitu mengurus rumah tangga dan tak ada lagi yang lain. Hal-hal lain yang tentunya bersifat menghambat idealnya peran feminin wanita ini seperti misalnya pendidikan dan karir professional akan dikatakan bukan feminin. Jelasnya, kaun wanita dianggap tidak memiliki potensi atau kompetensi/kapabilitas untuk mengerjakan pekerjaan di arena kemasyarakatan, agama, politik, ekonomi, seni dan bahkan struktur keilmuan yang selama ini selalu dipegang oleh kaum pria. Tetapi, apabila ada wanita yang mengejar kapabilitas seperti tersebut di atas dikatakan telah keluar dari feminine path alias tidak feminin, dan bahkan dikatakan gila (neurotic) dan tentu saja akan dijauhkan dari masyarakatnya.

Buku ini dikatakan sebagai dasar gerakan feminism liberal atau feminism gelombang kedua di Amerika dan tentu saja imbasnya ke seluruh dunia. Konsep umum yang dipaparkan dalam buku ini merajut hal-hal yang berkenaan dengan kata hati (inner voice), kekosongan jiwa dan tujuan-tujuan hidup yang lebih luas bermakna.
Buku ini sangat jelas menggambarkan guratan pemikiran para eksistensialis, tentu saja mereka yang berkiprah dalam bidang psikologi. Perlu diketahui bahwa filosofi tersebut sedikit banyak selalu mengarah pada atheisme dan anti agama. Terlebih lagi Friedan tampaknya sangat mendukung ide Martin Luther mengenai self actualization yang memisahkan diri dari gereja Katolik.

Terima Kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar